Pendekatan berpusat pada peserta didik
BAB II
PEMBAHASAN
- Pembelajaran Berpusat pada Siswa
Undang-undang Sisdiknas
No. 20/2003 Bab I pasal 1 yang berbunyi “ yang dimaksud dengan pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya sendiri”.
Inilah secara teoretis disebut pembelajaran berpusat pada siswa yang diadopsi
kedalam sistem pendidkan nasional.[1][1]
Konsep dasar pembelajaran
berpusat pada siswa antara lain:
1.
Pembelajaran merupakan proses aktif peserta didik yang mengembangkan
potensi dirinya. Peserta didik dilibatkan kedalam pengalaman yang difasilitasi
oleh guru sehingga pelajar mengalir dalam pengalaman yang melibatkan pikiran,
emosi, terjalin dalam kegiatan yang menyenangkan dan menantang serta mendorong prakarsa siswa.
2.
Pengalaman aktifitas siswa harus bersumber/relevan dengan realitas sosial.
3.
Didalam proes pengalaman ini peserta
didik memperoleh inspirasi dari pengalaman yang menantang dan termotivasi untuk
bebas berprakarsa, kreatif dan mandiri.
4.
Pengalaman poses pembelajaran merupakan aktivitas mengingat, menyimpan dan
memproduksi informasi, gagasan-gagasan yang memperkaya kemampuan dan karakter
peserta didik.
Perubahan dari paradigma
pengajaran menjadi paradigma pembelajaran dapat dibandingkan dalam tabel
sebagai berikut:
|
No
|
Pengajaran
|
Pembelajaran
|
|
1
|
Berpusat pada guru.
|
Berpusat pada siswa.
|
|
2
|
Guru domonan dalam aktor
kelas.
|
Guru sebagai fasilitator
(penulis sekenario).
|
|
3
|
Suasana“tertib”, tenang,
kaku dan membosankan
|
Suasana“hidup”,menyenangkan,
dan interatif.
|
|
4
|
Siswa terelibat dalam kompetisi dengan siswa lain,
dengan motivasi mengalahkan teman.
|
Siswa didorong kerjasama mencapa tujuan. Tolong
menolong dalam memecahkan masalah dan bertukar pikiran.
|
|
5
|
Siswa adalah tempat guru mencurahkan pengtahuan
(banking system). Prestasinya adalah sejumlah hapalan/produksi pengetahuan.
|
Siswa adalah pelaku proses pengalaman mengambil
keputusan, memecahkan masalah,
menganalisis dan mengevaluasi. Kegiatan intelektual memproduksi pengethuan.
|
|
6
|
Evaluasi oleh guru bersifat menyeleksi dan merangking kuantitas hapalan.
|
Evaluasi oleh siswa bersifat refleksi dan berperan
memperbaiki proses untuk meningkatkan prestasi.
|
|
7
|
Sumber belajar buku teks
dan buku.
|
Sumber belajar
adalah pengalaman eksplorasi mandiri dan pengalaman keberhasilan temannya
memecahkan masalah.
|
|
8
|
Tempat belajar sebatas ruangan kelas.
|
Tempat belajar tidak terbatas ruang kelas tetapi seluas
jagat raya.
|
Peran penting guru adalah
secara sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar yang menyenangkan,
memproses pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensinya sendiri. Dalam
penggunaan media pembelajaran yang terjadi adalah diskusi, penugasan, dan
permainan, bukan lagi metode guru menyampaikan materi pembelajaran. Media
disediakan oleh guru agar murid melakukan aktivitas interaktif yang
menyenangkan dan menantang potensi siswa serta membebaskan tumbuhnya prakarsa
dan kreativitas murid menjadi manusia yang memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan
keterampilan.[2][2]
B.
Model-Model
Pembelajaran Interaktif Berpusat Pada Siswa
1. Cooperative Learning
a.
Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Cooperative
learning adalah suatu model pembelajaran dimana dalam sistem
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang
secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa langsung lebih bergairah
dalam belajar.
b.
Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif memilki ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara
kooperatif.
2)
Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
c.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya.
d.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif
Langkah-langkah cooperative learning menurut Stahl, 1994; Slavin, 1983
(dalam Solihatin dan Raharjo, 2007:10) dijelaskan secara operasional sebagai
berikut:
1)
Dosen merancang rencana program pembelajaran.
2)
Dalam aplikasi pembelajaran di kelas, dosen merancang lembar observasi yang
akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan mahasiswa dalam belajar secara
bersama dalam kelompok-kelompok kecil.
3)
Dalam melakukan observasi terhadap kegiatan mahasiswa, dosen mengarahkan
dan membimbing mahasiswa, baik secara individual maupun kelompok, baik dalam
memahami materi maupun mengenai sikap dan perilaku mahasiswa selama kegiatan
belajar berlangsung.
4)
Dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa dari masing-masing kelompok
untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Pada saat diskusi kelas ini, dosen
bertindak sebagai moderator.[4][4]
e.
Variasi dalam Model Cooperative Learning
1)
Student Teams Achievement Division (STAD)
Slavin menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar
beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis
kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam
tim telah mengusai pelajaran tersebut. Kemudian seluruh siswa diberikan tes
tentang materi tersebut. Pada tes ini mereka tidak diperbolehkan saling
membantu.
2)
Tim Ahli
(Jigsaw)
Langkah-langkah pembelajaran:
-
Siswa dibagi atas beberapa kelompok.
-
Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi
menjadi beberapa sub-bab.
-
Setiap anggota kelompok membaca sub-bab yang ditugaskan dan bertanggung
jawab untuk mempelajarinya.
-
Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub-bab yang sama bertemu
dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikannya.
-
Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompokya bertugas
mengajar teman-temannya.
3)
Investigasi Kelompok
Secara umum perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik
kooperatif investigasi kelompok adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri
dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari
keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajrakan, dan kemudian membuat
atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok
mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas untuk berbagi dan saling tukar
informasi temuan mereka.[6][6]
4)
Think Pair Share (TPS)
Strategi Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah
jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa. Guru memilih mengguankaan think pair share untuk membandingkan tanya
jawab kelompok keseluruhan.
5)
Numbered Head Together (NHT)
Numbered Head Together atau jenis penomoran berpikir bersama adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap
struktur kelas tradisional.[7][7]
2.
Problem Based
Learning (PBL)
a. Pengertian PBL
PBL (Problem Based
Learning) yang bermakna pembelajaran berbasis masalah adalah siswa belajar
tentang subjek melalui pengalaman pemecahan masalah. Esensi PBL berupa menyuguhkan
berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat
berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan.[8][8]
Hal yang terpenting dalam
pembelajaran teknis ini adalah guru menyediakan perancah atau kerangka
pendukung yang meningkatkan penyelidikan dan pertumbuhan intelektual. PBL tidak
mungkin terjadi kecuali jika guru menciptakan lingkungan kelas (menangani
situasi multi tugas, menyesuaikan dengan tingkat penyelesaian yang berbeda,
memantau dan mengelola pekerjaan siswa, mengatur gerakan dan perilaku di luar
kelas) tempat pertukaran ide-ide yang terbuka dan jujur dapat terjadi. Dalam
hal ini banyak pararel diantara PBL, cooperatif learning, dan diskusi
kelas.
b. Ruang Lingkup PBL
1) Masalah pembelajaran
Banyak kritik
yang ditunjukan kepada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada
penguasaan informasi/konsep. Konsep memang merupakan hal yang sangat penting, namun bukan terletak
pada konsep itu sendiri, tetapi terletak pada bagaimana konsep itu dipahami
oleh subjek didik. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar
sangat mempengaruhi sikap, keputusan, dan cara-cara memecahkan masalah.
PBL tidak
mungkin terjadi kecuali jika guru menciptakan lingkungan kelas tempat
pertukaran ide-ide yang terbuka dan jujur dapat terjadi.[9][9]
2) Tujuan PBL
Pengajaran
berbasis masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajarn proses
berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses
informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka
sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk
mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.
Menurut Arends
(1997), pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran
dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk
menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inquiri
(penyelidikan) dan ketrampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan
kemandirian dan percaya diri.
c. Fitur-Fitur Khusus PBL
Para pengembang
PBL (Cognition & Technology Group at Fanderbilt, 1990, 1996a, 1996b; Gordon
et al., 2001; Krajik et al., 2003, Slavin, Madden, Dolan & Wasik, 1994;
Torp & Sage, 1998) mendeskripsikan bahwa model instruksional ini memiliki
fitur-fitur di bawah ini:
1) Pertanyaan atau
masalah perangsang
PBL
mengorganisasikan pengajaran di seputar pertanyaan dan masalah yang penting
secara sosial dan bermakna secara personal bagi siswa. Mereka menghadapi
berbagai situasi kehidupan nyata yang tidak dapat diberi jawaban-jawaban
sederhana dan ada berbagai solusi yang berkompeten untuk menyelesaikannya.
2) Fokus Interdisipliner
PBL dapat
dipusatkan pada subjek tertentu (sains, matematika, sejarah), tetapi masalah
yang diinvestigasi dipilih karena solusinya menuntut siswa untuk menggali
banyak subjek.
3) Investigasi autentik
PBL mengharuskan
siswa untuk berusaha menemukan solusi riil untuk masalah riil. Mereka harus
menganalisis dan menetapkan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan mengembang
prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen jika
memungkinkan, dan menarik kesimpulan.
4) Produk artefak dan
exhibit
PBL menuntut siswa
untuk menjelaskan atau merepresentasikan solusi mereka. Produk itu bisa
berbentuk debat bohong-bohongan, bisa berbentuk laporan, model fisik, video,
atau program komputer. Artefak dan exhibit yang nanti akan dideskripsikan,
dirancang oleh siswa untuk mendemonstraksikan kepada orang lain apa yang telah
mereka pelajari dan memberikan alternatif yang menyegarkan untuk ujian
tradisional. Contoh-contohnya antara lain seperti topik pembaharuan kota,
kehidupan dalam kolam, atau species yang terancam punah.
5) Kolaborasi
PBL ditandai
oleh siswa-siswa yang bekerja satu sama lain, paling sering secara berpasangan
atau dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Kerja sama memberikan motivasi untuk
keterlibatan secara berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan
kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan dialog bersama, dan untuk
mengembangkan berbagai ketrampilan sosial.[10][10]
d. Manfaat PBL
Menurut
Sudjana, manfaat khusus yang diperoleh darimetode Dewey adalah pemecahan
masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa untuk merumuskan tugas-tugas,
yang mana objek palajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang
ada di sekitarnya.
e. Beberapa varisi dalam Model Pembelajaran PBL
1) Tugas-tugas
perencanaan
a) Penetapan
tujuan, seperti ketrampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa, dan
membantu siswa menjadi pembelajar yang mendiri
b) Merancang
situasi masalah. Situasi masalah yang baik seharusnya otentik, megandung
teka-teki, dan tidak mendefinisikan secara ketat, memungkinkan kerjasama,
bermakna bagi siswa, dan konsisten dengan tujuan kurikulum
c) Organisasi
sumber daya dan rencana logistik. Tugas mengorganisasikan sumber daya dan
merencanakan kebutuhan untuk investigasi haruslah menjadi tugas perencanaan
yang utama bagi guru yang menerapkan PBL.
2) Tugas
Interaktif.
a) Orientasi siswa
pada masalah
b) Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
c) Membantu
penyelidikan mandiri dan kelompok
d) Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
3) Lingkungan
belajar dan tugas-tugas menajemen
Untuk
efektifitas kerja guru, maka guru harus memiliki aturan prosedur yag jelas
dalam pengelolaan, penyimpanan dan pendistribusian bahan.
Selain itu,
guru harus menyampaikan aturan, tata krama dan sopan santun yang jelas untuk
mengendalikan tingkah laku siswa ketika mereka melakukan penyelidikan di luar
kelas termasuk di dalamnya ketika melakukan investigasi di masyarakat.
4) Assesmen dan
evaluasi. Misalnya, dengan assesmen kinerja dan peragaan hasil. Assesmen kerja
dapat berupa assesmen melakukan pengamatan, merumuskan pertanyaan dan
merumuskan sebuah hipotesa.[11][11]
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensinya sendiri. Peran penting guru
adalah secara sadar dan terencana mewujudkan suasana belajar yang menyenangkan,
memproses pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensinya sendiri.
Media disediakan oleh guru
agar murid melakukan aktivitas interaktif yang menyenangkan dan menantang
potensi siswa serta membebaskan tumbuhnya prakarsa dan kreativitas murid
menjadi manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan.
Model model pembelajaran
berpusat pada siswa ada dua yaitu kooperatif learning dan proble beside
learning.
DAFTAR PUSTAKA
Dananjaya,Utomo. 2011. Media
Pembelajaran Aktif. Bandung :NUANSA
L Arends, Ricard. 2008. Belajar
untuk Mengajar, (Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mustakim, Zaenal. 2011. Strategi
dan Metode Pembelajaran. Pekalongan: STAIN Press
Taniredja. Tukiran dkk. 2011. Model-model Pembelajaran
Inovatif. Bandung: ALFABETA

0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda